Minggu, 10 Februari 2008

Nasib Anak Di Hari Anak

Nasib Anak Di Hari Anak
Oleh: Mukodi*

Dimuat di Koran Kedaulatan Rakyat
Untuk melihat format masa depan, tidak perlu superkomputer untuk memproyeksikan masa depan kita, karena apa yang terjadi pada millennium yang akan datang dapat dengan mudah direfleksikan dari seberapa jauh perhatian kita pada anak-anak kita saat ini. Mungkin di era yang akan datang akan dipenuhi dengan berbagai perkembangan ilmu pengetahuan dan berbagai macam tekhnologi mutakhir, tetapi lebih dari itu, semua itu sudah harus terbentuk dalam diri dan mental anak-anak kita saat ini. (Kofi Annan).
Dalam kaitannya dengan Hari Anak Nasional, ungkapan di atas, akan terlintas dalam benak kita bahwa masa depan bangsa ini terletak pada seberapa maksimalkah perhatian kita terhadap anak-anak kita? karena anak adalah aset orang tua, dan keluarga. Lebih dari itu, anak adalah aset bangsa yang kelak akan menjadi tokoh utama yang akan menjalankan lokomotif pembanguan dan kemajuannya.
Di sisi yang sama, masa depan bangsa dua sampai tiga puluh tahun yang akan datang akan sangat tergantung pada kualitas anak-anak yang kini berusia 0-18 tahun. Untuk tumbuh menjadi generasi yang berkualitas, anak-anak meniscayakan perlindungan dan pemenuhan atas hak-haknya, kesehatan serta kesejahteraannya, dengan tanpa diskriminasi. Dengan dukungan kelembagaan dan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya. Hal itulah yang menjadi salah satu pertimbangan disahkannya UU No 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Namun realitas berbicara lain, seperti diberitakan dipelbagai media massa bahwa nasib dan kondisi anak-anak bangsa kita sangatlah memperhatinkan. Betapa tidak, saat ini masih banyak ditemukan kasus yang menimpa anak-anak dibawah umur. Mulai dari kasus busung lapar, gizi buruk yang menimpa sejumlah daerah di Indonesia terutama daerah-daerah pedesaan, kasus muntaber yang merenggut banyak korban jiwa, kasus polio bahkan kasus bunuh diri anak. Kekerasan pada anak-anak jalanan, prostitusi yang melibatkan anak dibawah umur, jual beli anak untuk dipekerjakan atau untuk kepentingan lainnya sampai pada masalah pendidikan.
Lantas siapa yang paling bertanggungajawab mengemban tugas ini? Semua pihak selayaknya harus mempunyai tanggung jawab dan kesadaran terhadap masa depan anak. Sebab bagiamana pun juga, nasib bangsa dan negara terletak dipundak anak-anak kita saat ini. Orang tua, keluarga, pengajar, ormas-ormas, lembaga-lembaga pemerhati anak, media massa, partai politik, khususnya pemerintah harus memberikan perhatian penuh terhadap masa depan dan hak-hak anak Indonesia. Secara lebih tegas dapat dikatakan, semestinya lembaga-lembaga pemegang kebijakan publik haruslah mempunyai agenda khusus untuk mensejahterakan dan melindungi hak-hak anak.
Dengan begitu, barulah anak-anak kita bisa berkata "Aku Bangga Menjadi Anak Indonesia" karena mereka diperhatikan dan hak-hak mereka terpenuhi. Akhirnya, anak-anak kita lebih berpeluang menjadi sehat, cerdas, ceria, berprestasi, dan berbudi luhur. Bukankah anak adalah amanah yang harus dilindungi dan diperhatikan hak-haknya? Semoga kita semua bisa menjaganya.

* Penulis adalah praktisi pendidikan, sedang studi lanjut di S2 UIN Su-Ka Yogyakarta

Tidak ada komentar: