Minggu, 10 Februari 2008

Berkunjung Ke Pusat Budaya


Berkunjung Ke Pusat Budaya
Oleh: Mukodi *

Tak terbantahkan, tokoh-tokoh besar nasional maupun dunia, hampir dipastikan adalah kutu buku. Dalam periode hidupnya, mereka pernah menjadi pengunjung setia perpustakaan. Kemudian setelah jadi orang, mereka mendirikan perpustakaan pribadi. Sebut saja beberapa nama, seperti Buya Hamka, ketika masih remaja juga dikenal sebagai kutu buku. Ir. Soekarno dan Bung Hatta pun demikian adanya, keduanya dikenal kuat daya bacanya. Begitu pula para Presiden Indonesia, mereka adalah kutu buku. Namun sayangnya kuatnya daya baca para tokoh-tokoh besar tersebut, tidak bisa ''diwarisi'' dan diteruskan oleh generasi mudanya. Apa ada yang salah dengan proses pendidikan kita selama ini?
Pertanyaan-pertanyaan semacam ini, tentunya tidak bermaksud mencari ''kambing hitam'', siapa yang bersalah akan lemahnya minat baca bangsa kita, tetapi setidaknya bisa menjadi renungan semua pihak akan nasib bangsa ini. Mengapa demikian, sebab nasib bangsa ini sepuluh tahun atau dua puluh tahun yang akan datang, ditentukan oleh generasi muda saat ini. Hal ini bukannya tanpa alasan, sebab realitas di lapangan menunjukkan bahwa kebanyakan generasi muda kita disinyalir ''malas membaca.'' Indikasi sederhana dapat dilihat dari sepinya kunjungan peserta didik mulai dilevel SD sampai PTN/PTS ke perpustakaan. Peserta didik/mahasiswa lebih menikmati waktu luang mereka dengan memainkan handphone atau sekedar ngerumpi bersama teman-teman mereka, ketimbang berkunjung ke perpustakaan.
Reformasi Pelayanan
Lemahnya kunjungan masyarakat ke perpustakaan hendaknya bisa disiasati oleh pihak manajemen perpustakaan sekolah/pemerintahan dengan melakukan reformasi pelayanan. Artinya perbaikan secara terus menerus dipelbagai bidang mulai dari perbaikan pelayanan bagi para pengujung, perbaikan penampilan dan disain fisik perpustakaan maupun perbaikan pasokan buku-buku yang berkualitas. Di samping itu, ada beberapa langkah yang dapat diambil oleh pihak manajemen perpustakaan sekolah/pemerintahan untuk memaksimalkan pelayanan terhadap para pengunjung.
Pertama, petugas perpustakaan harus ramah dan bersahaja dalam melayani pengunjung. Tak jarang ditemukan, dipelbagai perpustakaan para pegawainya seringkali bersikap acuh tak acuh dan terkesan 'arogan' kepada pengunjung. Sehingga kebanyakan pengunjung yang pada awalnya sudah malas membaca, bertambah malas dengan sikap dan tingkah laku para pegawai perpustakaan yang tak ramah tersebut.
Kedua, ruang perpustakaan hendaknnya didisain serapi dan senyaman mungkin, agar para pengunjung betah berlama-lama tinggal di dalamnya. Kalau perlu, ruangan perpustakaan dihiasi dengan aneka tanaman hias dan aquarium lengkap dengan ikan-ikan hiasnya, agar terkesan elegan. Di samping itu, ruang perpustakaan perlu dicat dengan pilihan warna yang menawan dan sejuk dipandang. Ketiga, hendaknya ruang perpustakaan dilengkapi dengan berbagai macam makanan ringan, agar para pengunjung mudah mendapatkan keperluan yang dibutuhkan. Keempat, pihak manajemen perpustakaan hendaknya sering menyelenggarakan lomba meresensi buku dan selalu meng-up-date koleksi-koleksi buku terbaru. Dengan begitu, kebutuhan masyarakat/peserta didik akan informasi-informasi terbaru akan lebih mudah. Mengingat perkembangan media elektronik, semisal internet disinyalir lambat laun akan berpengaruh terhadap eksistensi perpustakaan, sebab hanya dengan menekan alamat/situs tertentu masyarakat akan dimanjakan dengan informasi up to date.
Sungguh pun demikian hendaknya keempat hal tersebut, perlu didukung oleh semua pihak, terutama pihak sekolah/perguruan tinggi untuk menggalakkan budaya baca. Sehingga pendidik (guru) pun dituntut untuk mau memberi contoh kepada peserta didiknya agar senatiasa mengisi waktu luangnya untuk menemani peserta didiknya berkunjung ke perpustakaan. Dengan begitu, peserta didik menjadi lebih yakin bahwa pilihannya untuk berkunjung ke perpustakaan adalah pilihan yang tepat.
Akhirnya, mengulang adigium klasik yang sangat bermakna, "Katakan padaku apa yang kau baca maka aku akan tahu siapa dirimu.'' Ungkapan ini menggambarkan betapa cakrawala dan wawasan seseorang sangat ditentukan oleh seberapa banyaknya referensi yang ia baca. Bukankah dengan banyak membaca, kita akan mempunyai kearifan budaya, dan semakin mengerti akan kebodohan kita? Maka sepatutnyalah kita meniru jejak dan langkah para tokoh besar kita, untuk senantiasa mau berkunjung ke perpustakaan, tempat dimana pusat budaya dan peradaban dikisahkan.

* Penulis adalah Esais, Pemerhati Pendidikan Tinggal di Jogyakarta

Tidak ada komentar: