Kamis, 17 September 2009

MODEL PEMBELAJARAN KELAS IMERSI: Studi Kasus Implementasi Manajemen di MA Hasyim Asy'ari Jepara

MODEL PEMBELAJARAN KELAS IMERSI
(Studi Kasus Implementasi Manajemen di MA Hasyim Asy'ari Jepara)
Oleh: Mukodi*

Diposting dari Jurnal Penelitian Pendidikan
STKIP PGRI Pacitan.

Abstrak
Perkembangan masyarakat global dewasa ini telah menciptakan berbagai perubahan, peluang dan tantangan yang kompleks. Dunia pendidikan merupakan satu, diantara sekian varian yang senantiasa mengalami perubahan dan perkembangan itu. Baik dalam hal regulasi kebijakan, manajemen pendidikan, kurikulum, model pembelajaran, maupun materi pembelajaran.
Model pembelajaran kelas imersi adalah salah satu model terkini (up-to-date) di dunia pendidikan. Walau eksistensi dan efektifitasnya masih dipertanyakan oleh banyak pihak. Namun, stigma-stigma negatif tersebut, justru tidak selalu benar adanya. Hal ini dibuktikan MA. Hasyim Asy’ari Jepara yang berhasil mengelola kelas imersi sebagai model pembelajaran unggulan yang transformatif dan kontekstual.

Kata kunci: kelas imersi, manajemen pendidikan, model pembelajaran, efektivitas dan pemahaman peserta didik.

A. Latar Belakang Masalah
Di era globalisasi sekarang ini untuk dapat berkembang dan bersaing di setiap aspek kehidupan tidak saja dibutuhkan keunggulan komparatif tetapi juga keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif merupakan nilai lebih yang harus ada (Assegaf, 2004: 21). Nilai ini bisa tercipta dari sumber daya manusia (SDM) yang memiliki pengetahuan dan keterampilan. Peningkatan kualitas SDM sangat tergantung pada kualitas pendidikan di suatu negara, semakin baik kualitas pendidikannya, maka akan semakin baik pula SDM yang dihasilkan (out-put).
Pada masa sekarang ini banyak negara maju yang secara gencar mempromosikan pelayanan pendidikan yang ditawarkan melalui lembaga-lembaga pendidikan mereka. Hal ini menimbulkan dampak antara lain meningkatkan jumlah siswa yang belajar ke luar negeri, dibukanya kelas jauh yang berafiliasi ke lembaga di negara maju tersebut, dan pembelajaran jarak jauh (distance learning) melalui media internet, dan sebagainya (Tim Diknas, 2004: 4).
Pada akhirnya, bila suatu negara tidak segera berbenah dan berusaha meningkatkan kualitas pendidikannya, maka sudah pasti mereka hanya akan menjadi "komoditi" bagi bangsa lain. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial di bidang pendidikan untuk negara maju. Dimungkinkan semakin banyak pelajar yang akan tertarik untuk belajar ke luar negeri di masa depan. Sangat disayangkan jika keadaan ini benar-benar terjadi. Negara tentu akan kehilangan banyak devisa. Di samping itu, ada kemungkinan terkikisnya rasa kebangsaan dan kecintaan terhadap tanah air bagi generasi muda yang belajar di luar negeri.
Sebelum hal di atas menjadi kenyataan, maka pendidikan di Indonesia sebagai kunci utama peningkatan SDM harus segera dibenahi. Mencetak SDM berkualitas dan berwawasan internasional haruslah menjadi tujuan utama pendidikan di Indonesia. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan penyelenggaraan kelas imersi. Kebijakan ini bisa menjadi jawaban bagi permasalahan utama untuk meningkatkan daya saing di dunia internasional. Kelas ini akan membekali para peserta didik dengan kemampuan berkomunikasi lisan dan tulisan dalam bahasa Inggris yang akan menjadi pintu gerbang penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dalam konteks ini, MA H.A yang bernaung di bawah LP. Al-Ma'arif selangkah lebih maju dibanding madrasah-madrasah di Jepara lainnya. Konsep MPMBS (Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah) dan otonomi pengelolaan sekolah yang diberikan secara luas oleh pemerintah ternyata mampu diterjemahkan MA H.A dengan baik. Sehingga MA H.A dengan pelbagai kekurangan dan kelebihan yang dimilikinya, mampu menjadi salah satu sekolah unggulan di Kabupaten Jepara.
Persoalan selanjutnya, justru terletak pada bagaimana proses manajerial program imersi MA. H.A itu sendiri, sudahkah dikelola dengan baik dan benar?. Bagaimana pemahaman guru dan siswa tentang program imersi di MA Hasyim Asy'ari Jepara? Bagaimana kualitas implementasi manajemen program imersi? Sejauhmana efektifitas manajemen program imersi bagi siswa?

B. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan metode survai. Survai merupakan penelitian yang mengumpulkan informasi dari responden dengan menggunakan kuesioner. Umumnya, pengertian survai dibatasi pada penelitian yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh populasi (Singaribun, 1995: 3).
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian deskriptif kuantitatif, dimana penelitian kuantitatif adalah suatu proses menemukan pengetahuan yang menggunakan data berupa angka sebagai alat untuk menemukan keterangan mengenai apa yang ingin diketahui (Margono, 2004: 105-106). Sedangkan keterangan untuk penelitian deskriptif dapat dikumpulkan dengan bantuan angket, wawancara, lembar observasi, dan dokumentasi. Pendekatan deskriptif ini mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran yang jelas dan akurat tentang material atau fenomena yang sedang diselidiki (Hajar, 1996: 274).
2. Populasi dan Responden
Menurut Sugiyono (2007: 117) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas; obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan. Tidak berbeda dengan Sugiyono, Ibnu Hajar pun kembali mempertegas bahwa populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (1996: 274). Dalam konteks ini, yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi Madrasah Aliyah Hasyim Asy'ari Jepara jurusan program imersi. Mulai dari kelas X, XI dan XII yang berjumlah 86, terdiri dari 26 siswa dan 60 siswi, serta para guru yang mengajar di kelas imersi yang berjumlah 18 orang, terdiri dari 7 guru perempuan dan 11 guru laki-laki. Sedangkan yang menjadi responden pada penelitian ini adalah keseluruhan dari populasi tersebut.
Pengambilan responden dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengambil keseluruan populasi, mengingat jumlah masing-masing respondennya kurang dari seratus orang. Sedangkan pengambilan responden/informan untuk wawancara berbeda jumlahnya dengan responden yang dimintai untuk mengisi kuesioner, informan dalam penelitian ini sebanyak 30 orang diambil secara random sampling dan responden yang mengisi kuesioner sebanyak 86 dari siswa dan 18 orang dari guru.
3. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data dalam penelitian ini akan mengunakan beberapa cara yaitu:
a. Observasi, yakni untuk mendapatkan data tentang madrasah/madrasah dan keadaan lingkungannya.
b. Dokumentasi, yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, dan lain-lain (Arikunto, 1993 : 149). Metode ini digunakan untuk memperoleh data tentang gambaran umum madrasah, jumlah siswa, jumlah guru, sarana dan prasarana dan kerangka konseptual program imersi.
c. Deep interview (wawancara mendalam) adalah teknik pengumpulan data dengan jalan pendekatan personal dengan responden atau informan penelitian. Sedangkan metode interview yang digunakan disini adalah interview terpimpin. Interview terpimpin adalah interview yang dilakukan oleh pewawancara dengan membawa sederetan pertanyaan lengkap dan terperinci.
Metode interview ini digunakan untuk lebih mendalami pelbagai jawaban responden yang ada dalam kuesioner, sekaligus digunakan untuk menghimpun validitas jawaban-jawaban tersebut (Sugiono, 2007: 172).
d. Kuesioner atau angket adalah teknik pengumpulan data melalui formulir-formilir yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan untuk mendapat jawaban atau tanggapan dan informasi yang diperlukan oleh peneliti (Mardalis, 1993: 89).
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup yang disusun berdasarkan skala likert, dimana skala likert merupakan pernyatan yang menunjukan tingkat kesetujuan atau ketidaksetujuan responden (Susanto dan Tjipto, 2001: 32). Responden diminta memberikan pendapat/jawaban dengan cara mengisi kuesioner yang disediakan dan memilih salah satu jawaban yang disediakan sesuai dengan petunjuk pengisian kuesioner/angket.
Metode kuesioner ini merupakan metode utama yang dipakai dalam proses penelitian. Tujuannya untuk mengungkap pemahaman guru dan siswa terhadap program imersi, kualitas implementasi manajemen program imersi dan efektifitas manajemen program imersi bagi siswa. Kuesioner tersebut, terbagi menjadi dua macam, yaitu kuesioner untuk guru dan siswa. Kuesioner untuk guru terdiri dari 31 item, dimana 31 butir ini terbagi menjadi empat variabel, meliputi perencanaan (8 item), pengorganisasian (8 item), pengarahan (7 item), dan pengawasan (8 item). Sedangkan kuesioner untuk siswa terdiri dari 32 item, dan juga terbagi menjadi empat variabel yang meliputi konteks (8 item), input (8 item), proses (8 item), dan produk (8 item).
4. Instrumen Penelitian
Pada dasarnya metode dan intrumen penelitian saling berkaitan antara yang satu dengan lainya. Jika, pengumpulan data menggunakan variasi metode seperti wawancara, angket, dokumentasi dan lain-lain, maka intrumen penelitian adalah pelengkapnya. Intrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik (Arikunto, 1993: 151). Adapun jenis intrumen penelitian ini menggunakan model check-list (Sugiono, 2007: 177).
Jawaban-jawaban dari check-list tersebut, nantinya dikuantitatifkan dengan pemberian skor, berupa sangat setuju (SS), setuju (S), kurang setuju (KS), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Kelima pilihan tersebut diberi bobot 5, 4, 3, 2, 1. Namun, sebelum dilakukan analisis data, maka akan dilakukan pengujian instrumen berupa; pengujian validitas dan reliabilitas. Validitas merupakan tingkat kemampuan suatu instrumen untuk mengungkapkan suatu yang menjadi sasaran pokok pengukuran yang dilakukan dengan instrumen tersebut (Hadi, 2000: 1).
Suatu instrumen dikatakan valid, jika instrumen ini mampu mengukur apa yang hendak diukurnya, mampu mengungkapkan apa yang ingin diungkapkan. Sedangkan reliabilitas menunjukkan sejauhmana suatu instrumen dapat memberikan hasil pengukuran yang konsisten, apabila pengukuran dilakukan berulang-ulang (Sugiono, 2007: 74).
5. Teknik Analisis Data
Untuk menganalisis data yang telah diperoleh dalam penelitian ini digunakan teknik deskriptif kuantitatif, dengan metode sebagai berikut:
a. Metode Deduktif
Metode ini digunakan untuk menyelesaikan masalah dan fakta yang bersifat khusus, lalu peristiwa-peristiwa itu digeneralisasikan (Hadi, 200: 1). Metode ini dipakai pada bab I dan II, yakni dengan mengumpulkan data-data tentang kerangka konseptual program imersi dan ruang lingkupnya yang masih berserakan sehingga membentuk sebuah sistem.
b. Metode Induktif
Metode ini digunakan untuk menganalisa masalah-masalah yang bersifat umum menuju kepada yang khusus (Hadi, 2000: 36). Metode ini dipakai dalam pembahasan tentang dan implementasi manajemen program imersi, yakni dengan mengemukakan bukti-bukti khusus terhadap pengertian yang umum kemudian dianalisis secara mendalam.
c. Metode Software SPSS
Metode ini digunakan untuk melengkapi analisis data diskriptif kuantitatif. Software SPSS yang penyusun gunakan adalah software SPSS (Statistical Product and Service Solutions) versi 12, berupa analisis deskriptif (frekuensi) prosentase sederhana. SPSS adalah komputer statistik yang mampu untuk memproses data statistik secara cepat dan tepat, untuk mencari berbagai output yang dikehendaki para pengambil keputusan (Santoso, 2001: 19), sehingga akan menunjukkan variabel mana yang paling banyak dijawab. Baik oleh para guru, maupun para siswa di MA. H.A Jepara.
Setelah data yang diperlukan terkumpul, maka untuk mengolah dan menganalisis data tersebut, digunakan analisis deskriptif dengan induktif dan deduktif, demikian juga akan digunakan pula analisis statistik dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
P = Prosentase
f = Frekuensi
N = Jumlah responden keseluruhan (Sudiyono, 1987: 14).
6. Uji Validitas Intrumen
Penggunaan analisis validitas dalam penelitian dimaksudkan untuk menunjukan sejauhmana suatu alat pengukur (intrumen) itu mengukur apa yang mau diukur (Singaribun, 1989: 53). Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan 31 item pernyataan untuk guru dan 32 item pertanyaan untuk siswa terkait dengan implementasi manajemen program imersi dan karakteristik program imersi.
Validitas Instrumen menurut A. Parasuraman (1989: 47) dapat digolongkan dalam beberapa jenis, yakni: content validity (validtas isi), contsruct validity (validtas konstruk), dan predictive validity (validitas predeksi). Alat pengukur pada penelitian ini mengggunakan validitas konstruk. Konstruk adalah kerangka dari suatu konsep. Menurut Sugiyono validitas konstruk merupakan instrumen yang berisi tentang aspek-aspek yang akan diukur dengan berlandaskan dengan teori-teori tertentu, dan selanjutnya dikonsultasikan dengan para ahli (Sugiyono, 2007: 177).
Selanjutnya, penyusun mengajukan pengujian validitas konstruk kisi-kisi instrumen penelitian ini kepada dua orang judment experts, yaitu Prof. Dr. Sutrisno dan Dr. Nizar Ali. Setelah pengujian konstruksi dari para ahli selesai, maka diteruskan dengan uji coba instrumen. Kemudian, data tersebut ditabulasikan dan diteruskan dengan pengujian validitas konstruksi melalui analisis faktor. Yaitu dengan cara mengkorelasikan jumlah skor faktor dengan skor total. Bila korelasi tiap faktor tersebut positif dan besarnya 0.3 ke atas, maka faktor tersebut merupakan konstruk yang kuat. Jadi berdasarkan analisis faktor itu, dapat disimpulkan bahwa instrumen tersebut memiliki validitas konstruksi yang baik (Sugiono, 2007: 178).
Kemudian, penyusun menggunakan beberapa langkah untuk menguji validitas data sebagaimana prosedur pengujian Djamaluddin Anclok dalam Masri Singarimbun dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Mendefinisikan secara operasional konsep yang akan diukur.
2. Melakukan uji coba skala pengukur (skala likert pada kuesioner) pada sejumlah responden. Disarankan agar jumlah responden uji coba adalah minimal 30 responden diambil secara acak.
3. Mempersiapkan tabel tabulasi jawaban.
4. Menghitung korelasi antara masing-masing pertanyaan dengan skor total dengan menggunakan rumus teknik korelasi product moment dari Peason dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
: koefisien korelasi antara X dan Y
N : banyak responden
X : butir yang akan dihitung validitasnya
Y : butir kriterium.

Tabel I. Interpretasi Nilai
Besarnya nilai r
Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,000
Sangat Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800
Tinggi
Antara 0,400 sampai dengan 0,600
Sedang
Antara 0,200 sampai dengan 0,400
Rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200
Sangat rendah

Angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritis tabel korelasi nilai – r. Bila jumlah responden untuk diuji coba adalah 30, maka derajat kebebasan (degree or freedom/ df) adalah 28 (N-2=30-2=28). Pada tabel korelasi nilai – r, untuk taraf signifikansi 5% angka kritis adalah 0.361 (Arikunto, 1993: 309). Berikut akan disajikan hasil uji validitas kuesioner guru setelah diolah dengan menggunakan bantuan SPSS versi 12.


C. Kerangka Teori
1. Manajemen Pendidikan
Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 3) manajemen pendidikan adalah alat-alat yang diperlukan dalam usaha mencapai tujuan. Pada dasarnya usur-unsur manajemen dalam pendidikan tidak jauh berbeda dengan manajemen pada umumnya. Manajemen pendidikan merupakan penerapan prinsip-prinsip manajemen dalam bidang pendidikan. Bahkan manajemen pendidikan menunjuk kepada pengaturan dan pengelolaan.
Sedangkan menurut Basori Mukti (1992: 10) manajemen pendidikan merupakan proses untuk mencapai tujuan pendidikan yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pemantauan dan penilaian. Perencanaan sendiri meliputi kegiatan menetapkan kegiatan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapainya, berapa lama, berpa jumlahnya orang yang harus terlibat, dan lain sebagainya. Pengertian pengorganisasian dalam bidang pendidikan adalah sebuah kegiatan membagi tugas kepada sesame orang yang terlibat dalam kerjasama organisasi pendidikan .
Di sisi yang sama, Imam Soepardi (1998: 112) mendifinisikan bahwa manajemen pendidikan adalah pengelolaan kegiatan pendidikan dengan memanfaatkan seluruh fasilitas yang ada secara efesien dan efektif untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan lebih dahulu. Tidak jauh berbeda dengan hal itu, Made Pidarta memberikan pengertian manajemen pendidikan sebagai aktifitas memadukan sumber-sumber pendidikan agar terpusat dalam usaha mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan sebelumnya (1986: 4).
Jadi, dapat ditarik konklusi bahwa manajemen pendidikan adalah penerapan konsep-konsep manajemen kedalam bidang pendidikan. Jadi manajemen pendidikan akan berarti, semua akan berhasil lancar melalui usaha-usaha bersama orang lain. Tentu saja usaha-usaha itu didasarkan atas rencana yang disusun, dananya dirinci, atau sudah tersedia, tenaga dipilih atau disiapkan, pelaksana telah terdidik atau terlatih, pengawasan harus berfungsi dengan baik dan akhirnya dilakukan evaluasi sejauhmana rencana dapat diwujudkan.
2. Teori Implementasi
Keberhasilan implementasi suatu program akan ditentukan oleh banyak variabel atau faktor, dan masing-masing variabel tersebut saling berhubungan satu sama lain. Berikut ini akan dijelaskan beberapa teori implementasi kebijakan/program, di antaranya:
a. Teori George C. Edwards III (1980)
Dalam pandangan Edwards III, suatu implementasi dipengaruhi oleh empat variabel, yakni: 1) komunikasi, 2) sumberdaya, 3) disposisi, dan 4) struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga saling berhubungan satu sama lain (Subarsono, 2006: 90). Untuk lebih jelasnya lihat gambar berikut:
Komunikasi

Sumberdaya
Implementasi
Disposisi
Struktur Birokrasi

1) Komunikasi
Keberhasilan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementator mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran kebijakan harus ditransmisikan kepada kelompok sasaran (target group) sehingga akan mengurangi distorsi implementasi. Apabila sasaran dan tujuan kebijakan tidak jelas atau bahkan tidak diketahui sama sekali oleh kelompok sasaran, maka kemungkinan akan terjadi resistensi dari kelompok sasaran.
2) Sumberdaya
Walaupun isi kebijakan sudah dikomunikasikan secara jelas dan konsisten, tetapi apabila implementator kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan, implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut dapat berwujud sumberdaya manusia, yakni kompetensi implementator, dan sumberdaya finansial. Sumberdaya adalah faktor penting untuk implementasi kebijakan agar efektif. Tanpa sumberdaya, kebijkan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.
3) Disposisi
Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementator, seperti komitmen, kejujuran, dan sifat demokratis. Apabila implementator memiliki disposisi yang baik, maka dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementator memiliki sikap atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif.
4) Struktur Birokrasi
Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang penting dari setiap organisasi adalah prosedur operasi yang standar (standard operating procedures atau SOP). SOP menjadi pedoman bagi setiap implementator dalam bertindak.
b. Teori David L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999)
Menurut David L. Weimer dan Aidan R. Vining (1999), setidaknya ada tiga kelompok variabel besar yang dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi suatu program, yakni: 1) logika kebijakan. Logika ini dimaksudkan agar suatu kebijakan yang ditetapkan masuk akal (reasonable) dan mendapat dukungan teoritis; 2) lingkungan tempat kebijakan dioperasikan. Yang dimaksud lingkungan ini adalah lingkungan sosial, politik, ekonomi, hankam, dan fisik atau geografis, dan 3) kemampuan implementor kebijakan. Maksudnya, keberhasilan suatu kebijakan dapat dipengaruhi oleh tingkat kompetensi dan keterampilan dari implementor kebijakan (Subarso, 2006: 90).

D. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Kelas Imersi
Istilah imersi diambil dari bahasa Inggris 'to immerse' yang berarti mencelupkan, menyerap atau melibatkan secara mendalam. Dalam pembelajaran bahasa asing, muncul istilah kelas imersi, yang artinya adalah pembelajaran satu atau beberapa mata pelajaran dengan menggunakan bahasa asing sebagai bahasa pengantar. Maka muncullah istilah kelas imersi bahasa Inggris, kelas imersi bahasa Jepang, kelas imersi bahasa Cina dan sebagainya. Jadi, kelas imersi adalah kelas yang berbahasa pengantar selain bahasa Indonesia (berbahasa asing) yang diselenggarakan di tingkat SMP dan SMA.
Gagasan penyelenggaraan kelas imersi muncul dari rasa keprihatinan mendalam akan lemahnya kemampuan berbahasa Inggris para lulusan sekolah menengah. Kenyataan menunjukkan pembelajaran bahasa Inggris di SMP, SMA dan perguruan tinggi belum bisa memberikan jaminan kemampuan berbahasa Inggris yang baik dan benar bagi peserta didik. oleh karena itu, penyelenggaraan kelas imersi menjadi kebutuhan yang tidak mungkin ditunda lagi (Tim Diknas, 2004: 4).
Secara historis, program kelas imersi adalah salah satu program unggulan yang hanya ada di Propinsi Jawa Tengah. Ide atau gagasan pendirian kelas imersi terbesit ketika tim Pendidikan Jawa Tengah studi banding ke Park Ridge School di Queensland, Australia. Tim studi banding sangat terkesan melihat siswa Australia yang sedang belajar mata pelajaran dengan bahasa pengantar, yaitu bahasa Indonesia. Namun seiring berjalannya waktu, kelas imersi pun telah dibuka dipelbagai propinsi lainnya.
Berawal dari studi banding tersebut, lahirlah program imersi yang diprakarsai oleh Diknas Jawa Tengah. Jika di Queensland pengantarnya menggunakan bahasa Indonesia, di Jateng kelas imersinya menggunakan bahasa Inggris sebagai pengantar untuk tujuh mata pelajaran. Program imersi ini telah berhasil diimplementasikan di berbagai negara, antara lain di Kanada, Singapura, Hongkong, Australia, Finlandia, dan Afrika Selatan dengan tujuan dan cara penerapan yang berbeda-beda. Di Indonesia, penerapan program imersi dapat ditemui di berbagai pondok pesantren yang menggunakan bahasa Arab sebagai media pembelajaran (Nurlina, 24 April 2007).
Sebagai sebuah kebijakan, program imersi ini kemudian ditawarkan ke sekolah-sekolah dibawah naugan Diknas dan Depag. MA H.A adalah salah satu sekolah dibawah naugan Depag yang mendapat kesempatan untuk bekerja sama dengan Diknas dalam mengembangkan program imersi. Kebijakan kerja sama semacam ini merupakan suatu kebijakan yang sangat luar biasa dalam khazanah madrasah yang bernaung dibawah Depag. Di samping, sebagai keberanian sekaligus terobosan yang jarang ditemukan di institusi pendidikan Islam. Mengingat sampai sekarang masih sedikit sekolah umum, maupun madrasah yang menyelenggarakan kelas imersi. Data yang terhimpun di Diknas Jateng menunjukkan bahwa sampai tahun 2004 hanya ada 24 sekolah di Jateng yang menyelenggarakan program imersi (Nurlina, 24 April 2007).
Kelas imersi yang diterapkan di MA. H.A adalah kelas imersi bahasa Inggris. Ini berarti kegiatan belajar mengajar di kelas imersi MA. H.A menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam kegiatan belajar mengajar. Sesuai dengan artinya “immerse” maka diharapkan para siswa terlarut atau mencelupkan dirinya dalam suasana berbahasa Inggris selama mengikuti pembelajaran dan bisa menerapkan dalam kehidupan sehari-hari di luar kelas sehingga bahasa Inggris sebagai bahasa asing pertama di Indonesia tidak asing lagi bagi para siswa.
a. Desain Kelas Imersi
1). Rancangan Kelas Imersi
Kelas imersi disesuaikan dengan kemampuan/karakteristik madrasah penyelenggara dan disesuaikan dengan kebijakan Dinas Pendidikan setempat. Namun, disyaratkan agar jumlah siswa pada tiap kelas maksimal 24 orang. Dengan jumlah yang kecil ini diharapkan guru dan siswa mempunyai banyak kesempatan untuk berinteraksi sehingga memungkinkan terjadinya pembelajaran yang efektif yang akan mempercepat perolehan (acquistion) bahasa asing.
2). Fasilitas Kelas
a). Memenuhi standar minimal fasilitas kelas reguler didukung oleh fasilitas pendukung program imersi yang memadai meliputi; kamus khusus, referensi yang sesuai, alat bantu ajar, dan sebagainya.
b). Kelas diatur agar mendukung terciptanya proses belajar mengajar (PBM) yang efektif dan efisien yang mengacu pada pada pendekatan yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan (PAKEM).
b. Proses Belajar Mengajar Kelas Imersi
1).Kurikulum dan Pengembangannya
Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) yang berpedoman pada Manajemen Berbasis Madrasah (MBS).
2).Metode Pembelajaran
Pada hakikatnya metode yang dipakai dalam proses pembelajaran kelas imersi menggunakan berbagai metode yang mengacu pada pendekatan yang aktif, kreatif dan menyenangkan (PAKEM).
3).Mata Pelajaran
Pada tahap awal, mata pelajaran kelas imersi yang disampaikan dalam bahasa Inggris, sebanyak 7 mata pelajaran, namun dalam pengembangan kedepan diperlukan penambahan mapel berbahasa Inggris, disesuaikan dengan kondisi sekolah penyelenggara kelas imersi. Adapun ketujuh mata pelajaran tersebut adalah sebagai berikut: matematika, fisika, kimia, biologi, geografi, sejarah dan ekonomi.
4).Waktu Belajar
Adapun waktu belajar sama pada dasarnya sama dengan waktu belajar madrasah kelas reguler, namun apabila diperlukan, madrasah dapat menambah jam pelajaran sesuai dengan kebutuhan.
5).Jadwal Pelajaran
Disesuaikan dengan kondisi madrasah terkait, namun disarankan agar tujuh mata pelajaran imersi di atas diajarkan pada jam-jam awal dimana kondisi para siswa masih segar, kelas imersi tetap mengikuti kalender pendidikan nasional.
6).Buku Pelajaran
Buku pelajaran untuk kelas imersi adalah buku teks yang sesuai dengan kurikulum yang berlaku, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, maupun buku-buku lain yang belum diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Untuk itu, madrasah/Dinas Pendidikan wajib menyediakan buku pegangan bagi guru.
7).Bahasa Pengantar
Bahasa pengantar dalam kelas imersi untuk ketujuh mata pelajaran tersebut adalah bahasa Inggris, sedangkan diluar tujuh mata pelajaran di maksud dapat menggunakan pengantar bahsa Inggris disesuaikan dengan kondisi madrasah.
c. Persyaratan Penyelenggaraan Kelas Imersi
1).Kreteria Sekolah
Madrasah yang menyelenggarakan kelas imersi setidaknya harus memiliki; guru yang berkualitas, siswa yang berkualitas, sarana dan prasarana yang memadai, dan mempunyai kemampuan baik dari anggaran (APBD I/II) atau sumber dana penunjang lainnya.
2).Kreteria Guru
Kreteria guru di kelas imersi berbeda dengan kelas-kelas pada umumnya, setidaknya ada enam kreteria yang harus dimiliki oleh guru, yaitu: Pertama, menguasai bahasa Inggris secara aktif, lisan dan tulisan, ditandai dengan skor TOEFL minimal 450. Kedua, menguasai dengan baik materi pelajaran, metode dan teknik pembelajaran. Ketiga, mempunyai komitmen tinggi terhadap pencapaian mutu pendidikan di Indonesia. Keempat, berusia maksimal 40 tahun. Kelima, sehat jasmani dan rohani. Keenam, mempunyai kepribadian yang baik.
3).Kreteria Siswa
Siswa yang masuk ke program imersi pada hakikatnya tidak berbeda jauh dengan kreteria siswa di kelas reguler pada umumnya. Adapun kreterianya, yaitu: Pertama, mempunyai minat dan motivasi yang baik untuk mengikuti pembelajaran dengan bahasa pengantar bahasa Inggris. Kedua, lulus tes penjaringan yang diadakan oleh madrasah penyelenggara. Ketiga, sehat jasmani dan rohani. Keempat, mempunyai kepribadian yang baik. Kelima, mendapat persetujuan dari orang tua/wali siswa.
d. Manajemen Kelas Imersi
1). Perencanaan
Perencanaan yang dibutuhkan meliputi: persiapan dan kelayakan SDM, SDM yang terlibat dalam kelas imersi adalah siswa, guru, karyawan, wakil kepala madrasah dan kepala madrasah dan madrasah penyelenggara program imersi harus mengadakan persiapan berupa rapat-rapat pendahuluan untuk menentukan unsur-unsur SDM tersebut.
2). Administrasi
Administrasi kelas imersi sama dengan kelas reguler lainnya, hanya saja madrasah penyelenggara disarankan agar administrasi kelas imersi, misalnya daftar hadir dan satuan pelajaran ditulis dalam bahasa Inggris.
3). Struktur Organisasi
Struktur organisasi tim imersi berada di bawah struktur organisasi madrasah. Sedangkan struktur organisasi kelas imersi berada di bawah struktur kepala madrasah, yang merupakan ketua tim imersi.
4). Perekrutan Guru
Perekrutan guru kelas imersi diutamakan berasal dari madrasah penyelenggara, namun jika diperlukan, madrasah penyelenggara dapat merekrut guru dari luar madrasah yang bersangkutan.
5). Seleksi Penerimaan Siswa
Calon siswa kelas imersi berasal dari berbagai wilayah di kabupaten/kota tempat madrasah penyelenggara. Sehingga para siswa diseleksi oleh madrasah penyelenggara, demikian juga dengan kreteria seleksi ditentukan oleh madrasah yang bersangkutan.
e. Pengelolaan Kelas Imersi
1). Pembentukan Tim Imersi
Adapun mekanisme pembentukan adalah sebagai berikut, yaitu: Pertama, madrasah penyelenggara membentuk tim imersi sebagai pelaksana kegiatan kelas imersi. Kedua, kepala madrasah bersama dewan guru dan komite madrasah membentuk dan mengangkat tim imersi. Ketiga, tugas tim imersi meliputi; menyusun program imersi (kurikulum, silabi, sistem pengujian, srana prasarana, pendanaan, dll); melaksanakan sosialisasi ke dalam dan keluar madrasah; menentukan dan memilih calon siswa kelas imersi; menyiapkan bahan ajar; membangun kerjasama dengan lembaga lain pada tingkat lokal, regional, nasional atau internasional; mengevaluasi program imersi dan mencari solusi masalah yang dihadapi; menyusun laporan kegiatan program imersi.
2). Koordinasi Tim Imersi
Adapun koordinasi tim imersi dilaksanakan secara vertikal dan horisontal. Koordinasi vertikal dilaksanaka oleh kepala madrasah atau wakilnya dengan kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi. Koordinasi horisontal dilaksanakan oleh wakil kepala madrasah untuk urusan sarana dan prasarana, humas, kesiswaan, komite madrasah MGMP, perguruan tinggi, pemerintah daerah/instansi terkait dan stakeholder.
3). Kegiatan Kelas
Pada dasarnya kegiatan kelas imersi mempunyai dua aturan yang harus dijalankan, yaitu: Pertama, kegiatan tambahan berupa pembelajaran dengan bahasa pengantar bahasa Indonesia dapat dilaksanakan untuk semua mata pelajaran imersi. Kedua, evaluasi hasil belajar siswa di kelas dan pelaporannya ditulis dalam bahasa Inggris. Buku rapor tetap ditulis dalam bahasa Indonesia.
f. Pelaksanaan Kegiatan
1) Sosialisasi Kelas Imersi
Adapun mekanisme pelaksanaannya setidaknya mempunyai empat sasaran, yaitu: Pertama, madrasah/tim imersi melakukan sosialisasi secara internal dan eksternal sebelum melaksanakan program imersi. Kedua, sosialisasi internal ditujukan kepada semua warga madrasah dan komite madrasah. Ketiga, sosialisasi eksternal ditujukan kepada stakeholder pendidikan, masyarakat, lembaga swadaya masyarakat pendidikan, pemerintah daerah dan lembaga/instansi terkait lainnya. Keempat, sosialisasi dilaksanakan melalui tatap muka langsung atau tidak langsung lewat media masa.
2) Pelatihan Bahasa Inggris dan Mata Pelajaran Kelas Imersi
a) Madrasah menyelenggarakan pelatihan bahasa Inggris bagi guru-guru kelas imersi sekurang-kurangnya selama enam bulan sebelum membuka kelas imersi di bawah koordinasi Tim Imersi propinsi dan kabupaten/kota.
b) Pelatihan dilakasanakan sekurang-kurangnya dua kali seminggu, selama sembilan puluh menit untuk setiap pertemuannya.
c) Pengajar dalam pelatihan bahas Inggris tersebut berasal dari perguruan tinggi atau lembaga bahasa yang ditunjuk yang membantu oleh tim imersi madrasah.
d) Madrasah menyelenggarakan peer dan micro teaching bagi guru yang telah mengikuti pelatihan bahasa inggris pada periode enam bulan berikutnya.
g. Pengawasan
1) Tujuan Pengawasan
Tujuannya adalah untuk mengetahui jalannya pelaksanaan kegiatan imersi, mengukur keberhasilan pelaksanaan kelas imersi dan memberikan masukan untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan kelas imersi.
2) Sasaran Pengawasan
Meliputi; proses belajar mengajar, kurikulum, personalia, evaluasi, keuangan dan fasilitas madrasah.
3) Metode Pengawasan meliputi; pengamatan, kuesioner dan wawancara
4) Pelaksanaan Pengawasan
Pengawasan dilaksanakan oleh satu tim yang terdiri dua unsur, yaitu internal dan eksternal. Secara internal pengawasan dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah, yang terdiri dari; Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah; Dnas Pendidikan Kabupaten/Kota; Perguruan Tinggi; lembaga bahasa asing dan komite madrasah penmyelenggara kelas imersi. Sedangkan secara eksternal pengawasan dilakukan secara langsung dan terus menerus tanpa adanya tim khusus, oleh; masyarakat, orang tua/wali siswa dan unsur legislatif kabupaten/kota.
5) Pelaporan Hasil Pengawasan
Hasil pengawasan dilaporkan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Tengah dengan tembusan kepada semua pihak terkait secara berkelanjutan sekurang-kurangnya tiga kali dalam satu semester (awal, pertengahan dan akhir semester).
2. Pemahaman guru dan siswa tentang program imersi
Berdasar pada hasil jawaban kuesioner yang diajukan kepada para guru yang mengajar di kelas imersi yang berjumlah 18 orang, terdiri dari 7 guru perempuan dan 11 guru laki-laki. Mayoritas para guru menyatakan paham terhadap program imersi di madrasah. Hal ini terbukti dari frekuensi guru yang menyatakan sangat setuju terhadap pemahaman program imersi dengan baik sebesar 40.32%, guru yang menyatakan setuju sebesar 43.01%, dan guru yang menyatakan kurang setuju sebesar 16.67%. Secara komulatif gabungan hasil jawaban antara guru yang sangat setuju dan setuju terhadap adanya pemahaman program imersi di MA. HA Jepara sebesar 83.33% guru. Sisanya sebesar 16.67 % guru yang kurang setuju.
Sedangkan pendapat para siswa pun tidak jauh berbeda, terbukti dari hasil kuesioner yang diajukan kepada 86 siswa yang terdiri dari 26 siswa dan 60 siswi mulai dari kelas X, XI dan XII program kelas imersi. Kebanyakan siswa-siswi menyatakan paham terhadap program imersi sebesar 40.99 %, siswa yang menyatakan setuju sebesar 32.12%, siswa yang menyatakan kurang setuju sebesar 22.82%. Sedangkan siswa yang tidak setuju sebesar 3.05%, dan hanya 1.02% siswa yang menyatakan sangat tidak setuju. Dengan demikian, secara komulatif gabungan hasil jawaban antara siswa yang sangat setuju dan setuju terhadap adanya pemahaman program imersi sebesar 73.11%, selebihnya 26.89% menyatakan agak kurang setuju.
Jadi, jelaslah bahwa frekuensi guru dan siswa yang menjawab paham terhadap program imersi ternyata cukup signifikan, yaitu sebersar 83.33% guru dan 73.11% siswa. Sedangkan hanya 16.67% guru dan 26.89% siswa yang menyatakan kurang paham dari 104 responden. Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa walaupun program imersi termasuk kebijakan yang masih terbilang baru, namun kebijakan ini sudah familier dan tergolong dapat diterima di masyarakat pengguna jasa pendidikan. Statmen semacam ini pun juga didukung oleh hasil wawancara di lapangan, sebagaimana yang telah dijelaskan pada pembahasan sebelumnya. Mayoritas informan yang teridri dari guru dan siswa mengakui bahwa mereka telah paham dengan program imersi yang dilaksanakan di madrasah.
3. Kualitas Implementasi manajemen program imersi
Hasil jawaban kuesioner yang diajukan kepada para guru yang mengajar di kelas imersi menyebutkan, bahwa implementasi manajemen program imersi telah terlaksana dengan baik. Sebanyak 40.32 % guru menyatakan sangat setuju, 43.01% menyatakan setuju dan 16.67% menyatakan kurang setuju. Secara komulatif, diperoleh hasil 83.33% guru menyatakan bahwa pelaksanaan implementasi manajemen program imersi di MA. HA Jepara telah berjalan dengan baik. Sisanya, sebesar 16.67% guru yang kurang setuju.
Jelaslah, bahwa kebanyakan para dewan guru di MA. HA menilai implementasi manajemen program imersi telah berjalan dengan cukup signifikan. Dengan kata lain, fungsi manajerial sekolah meliputi; perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan pun sudah terlaksana dengan optimal. Ini mengandung maksud bahwa kepala sekolah sebagai pemegang otoritatas kebijakan telah mampu menjadi leader, sekaligus manajer yang baik.
4. Efektivitas program imersi bagi siswa
Dari hasil jawaban kuesioner yang diajukan kepada 86 siswa yang terdiri dari 26 siswa dan 60 siswi mulai dari kelas X, XI dan XII program kelas imersi. Mayoritas siswa-siswi memberikan jawaban bahwa program imersi di madrasah telah berjalan dengan cukup efektif. Hal ini terbukti dari 24 item pertanyaan yang diajukan kepada 86 siswa, yang menjawab sangat setuju sebesar 35.61%, siswa yang menyatakan setuju sebesar 39.09%, siswa yang menyatakan kurang setuju sebesar 20.93%. Sisanya sebesar 3.14 tidak setuju dan 1.30 sangat tidak setuju. Secara komulatif, gabungan hasil jawaban antara siswa yang sangat setuju dan setuju terhadap efektifitas manajemen program imersi di madrasah sebesar 74.7%. Selebihnya, sebesar 25.3% siswa yang kurang setuju.
Data tersebut, menunjukkan bahwa kebanyakan siswa-siswi menilai terdapat adanya efektifitas program imersi, khususnya terhadap prestasi hasil belajar mereka. Indikasi efektifitas program imersi ini dapat dicermati melalui hasil prosentase jawaban kuesioner siswa-siswi. Selain itu, hasil wawancara di lapangan pun hasilnya tidak jauh berbeda dengan nilai kuesioner. Para siswa menilai bahwa keberadaan program imersi sangat efektif menunjang prestasi akademik, di samping prestasi non akademik lainnya.
Bahkan berdasarkan observasi penulis dan di dukung oleh pengakuan sejumlah guru yang mengajar di kelas imersi (2, Januari 2007) menunjukkan bahwa program imersi telah berhasil membentuk dan menumbuhkan kesadaran kolektif siswa akan pentingnya suatu ilmu. Di samping itu, program ini juga berhasil menumbuhkan sikap kemandirian siswa di bidang pembelajaran.
E. Kesimpulan
Berdasar urian tersebut, setidaknya ada dua hal yang bisa dijadikan pelajaran. Pertama,walau program kelas imersi merupakan kebijakan baru di bidang pembelajaran pendidikan, namun keberadaannya sangat diminati tidak saja oleh kalangan pengelola institusi pendidikan dan stakeholder-nya bahkan oleh peserta didiknya (kostomer). Kedua, prosesi manajerial kepala sekolah yang baik berdampak positif terhadap kinerja sekolah, kualitas pembelajaran, capaian prestasi peserta didiknya dan keberhasilan suatu program unggulan di bidang pendidikan.
Jadi, menurut hemat saya keberhasilan MA. HA Jepara dalam mengelola institusinya (program kelas imersi), tidak lepas dari peran kepala sekolah dalam memanage lembaganya. Di samping, keberaniannya dalam berinovasi mewarnai abad yang penuh tantangan dan peluang ini dengan bekal kompetensi yang cukup dan dedikasi yang tinggi.


DAFTAR PUSTAKA

AF Stoner, James and Wankel, Charles, Management: third edition, Prentice Hall, 1986.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta, 1993.
Atmodiwiro, Soebagio, Manajemen Pendidikan Indonesia, Jakarta: Ardadizya Jaya, 2005.
Bush, Tonny dan Coleman, Marianne, Leadership and Strategic Manajemen in Education: Manajemen Strategic Kepemimpinan Pendidikan, Terj: Fahrurrozi, Yogyakarta: IRCiSoD, 2006.
Buku Pedoman Penyelenggaraan Kelas Imersi Propinsi Jawa Tengah, Semarang: Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, 2004.
Danim, Sudarwan, Menjadi Komunitas Pembelajaran: Kepemimpinan Transformasional dalam Komunitas Organisasi Pembelajaran, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.
Dunn, William N, Analisis Kebijakan Publik: Kerangka Analisis dan Prosedur Perumusan Masalah, Yogyakarta: PT. Hanidita Offset, 1995.
M. Hanafi, Mamduh, Manajemen, Yogyakarta: UUP AMP YKPN, 2003.
Nawawi, Hadari, Manajemen Strategik, Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 2003.
Nurlina, Laiy, "Kelas Imersi, antara Prestise dan Prestasi", Kompas, 27 April 2007.
Subarsono, Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D, Bandung: Alfabeta, 2007.
Tilaar, H.A.R, Analisis Kebijakan Pendidikan Suatu Pengantar, Bandung: PT. PT. Remaja Rosdakarya Offset, 1994.