Minggu, 10 Februari 2008

Budayakan Seyum


Budayakan Seyum
Oleh: Mukodi*

Suatu saat Rasulullah Saw pernah bersabda, "senyummu kepada saudaramu itu merupakan ibadah" (al-Hadis). Hadis ini mengandung pesan, bahwa kaum muslimin disuruh agar saling mencintai dan berbagi antar sesama. Walau hanya bisa membagi senyuman. Mengapa demikian?
Dewasa ini, rutinitas pekerjaan terkadang membuat manusia lupa terhadap lingkungan sekitar. Bahkan untuk sekedar tersenyum pun susah dilakukan, apalagi saling tegur sapa. Sehingga manusia modern terlihat sangat individualis dan suka membatasi diri. Hal ini dipicu karena padatnya jadwal dan tugas yang harus dikerjakan.
Sehingga tak aneh, jika memberikan senyuman kepada sesama dalam Islam terhitung ibadah. Dalam konteks ini, semestinya kaum muslimin perlu mengikuti jejak Nabi Muhammad Saw. Walau beliau mempunyai pelbagai tugas dan jabatan. Namun beliau tetap pandai membagi waktu, bahkan tak segan-segan beliau bersilaturrahmi kepada kawan bahkan lawan sekalipun.
Terlebih di akhir-akhir ini masyarakat telah mengalami pelbagai penderitaan, mulai dari datangnya musibah yang silih-berganti, melonjaknya harga bahan pokok, dan sulitnya mencari nafkah. Seyum pun hendaknya bisa dijadikan wahana untuk sekadar saling memberi semangat. Tak dipungkiri, berbagi senyuman memang tidaklah cukup untuk mengatasi permasalahan. Tapi setidaknya, dengan senyuman, masyarakat bisa saling menyayangi antar sesama.
Perlu diingat, tidaklah Allah Swt menguji suatu kaum, kecuali kaum tersebut mampu menjalankannya. Sebagaimana firman-Nya: "Kami tidaklah memikulkan beban/cobaan, melainkan sekedar atas kesanggupannya" (Q.S. al-An'aam: 152). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa cobaan dan musibah yang datang silih berganti, menimpa bangsa ini harus dilihat dengan penuh kearifan budi. Kesabaran dan keuletan dalam menjalani hidup merupakan kata kunci untuk menghapi semua itu.
Sebagai umat yang beriman, hendaknya kita senantiasa berpikir positif, dan selalu optimis disetiap langkah. Awali pelbagai aktivitas dengan khusnudzan kepada-Nya. Hal ini pun tercermin dalam hadis qutsi yang mengatakan: "Aku (Allah) adalah sebagaimana penyangkaan hambaku" (al-Hadis). Dengan begitu, tidak ada kata mengeluh dan putus asa bagi kaum muslimin. Persoalaanya kemudian adalah seberapa besarkah semangat kita untuk berusaha? Siap dan maukah kita selalu berbagi senyuman? Kalau hal itu bisa terlaksana, niscaya kaum muslimin tidak gampang menyerah. Semoga kita mampu melaksanakannya.[]

*Mahasiswa S2 UIN Sunan Kalijaga Yogyakrta.

Tidak ada komentar: