Minggu, 10 Februari 2008

Kontestasi Madrasah Diera Global

Kontestasi Madrasah Diera Global
Oleh: Mukodi, S. Pd.I*

Pertumbuhan lembaga-lembaga pendidikan yang berlabel internasional memaksa madrasah memasuki ruang kontestasi dengan mempertaruhkan kualitas out put-nya.
Tak dapat dipungkiri saat ini pertumbuhan sekolah-sekolah berlabel internasional ataupun sekolah alternatif, seperti sekolah alam layaknya jamur di musim hujan. Berbagai konsep baru ditawarkan oleh sekolah-sekolah tersebut, untuk menarik minat masyarakat. Hal ini tentunya memaksa madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam memasuki ruang kontestasi dengan lembaga pendidikan lainnya. Dengan roda kompetisi yang semakin ketat, membuat madrasah mempertaruhkan kualitas out-put pendidikannya, agar tetap menjadi yang terbaik dan menjadi pilihan masyarakat. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah madrasah mampu menunjukkan eksistensinya di tengah roda kompetisi yang semakin ketat?
Seperti yang kita ketahui madrasah tumbuh dan berkembang jauh-jauh hari sebelum negara ini merdeka. Keberadaannya merupakan jawaban dari keinginan masyarakat untuk belajar agama dan ilmu pengetahuan secara bersamaan. Hanya saja, dalam perjalanannya walaupun dianggap sebagai lembaga yang sudah lama berdiri, akan tetapi madrasah tetap dianggap sebagai lembaga kelas dua.
Adanya anggapan bahwa madrasah adalah lembaga kelas dua di negeri ini, tentunya bukan tanpa sebab. Akan tetapi disebabkan oleh berbagai faktor seperti masalah dana, sarana dan prasarana sampai permasalahan guru. Seperti yang dikatakan oleh Prof Dr Abuddin Nata MA bahwa Lembaga pendidikan Islam hingga saat ini belum mampu memetakan permasalahan yang harus dihadapi. Akibatnya, perkembangan pendidikan Islam pun tidak menggembirakan dan belum memenuhi cita-cita ideal, yakni menghasilkan orang- orang berkemampuan lengkap, tidak hanya di bidang keagamaan. Untuk itu Mata harus dibuka bahwa ada permasalahan yang harus dihadapi untuk maju.
Salah satu indikator rendahnya kualitas lembaga pendidikan Islam, tercermin dari hasil penelitian yang dilakukan oleh THE IB DP (The Diploma Program for students age 16 to 19), di mana di Indonesia hanya terdapat 7 sekolah yang bertaraf international. Dan yang lebih ironis lagi, tidak ada satupun lembaga pendidikan Islam terdapat di dalamnya. Padahal dari segi kuantitas lembaga Islam lebih banyak dari lembaga lainnya.
Tentunya suatu hal yang memprihatinkan, ketika madrasah di daulat sebagai lembaga pendidikan orang-orang Islam, tetapi tidak mampu menunjukkan kualitasnya. Terlepas dari data itupun sudah saatnya madrasah mulai berbenah diri, mengingat peta persaingan dengan lembaga pendidikan lain yang semakin ketat. Hal ini mengindikasikan, bahwa lembaga pendidikan Islam perlu banyak melakukan pembenahan internal dan inovasi baru agar tetap mampu meningkatkan mutu pendidikannya.
Dalam konteks era globalisasi, dimana peta persaingan antar lembaga semakin ketat, sudah waktunya madrasah melakukan terobosan-terobosan baru ke arah pengembangan. Jika tidak, eksistensi madrasah akan semakin termarginalkan karena ketidakmampuan menunjukkan kualitas yang di inginkan oleh masyarakat. Alhasil, madrasah tetap dipandang sebelah mata oleh masyarakat.
Peran Depag
DEPAG sebagai lembaga yang menaungi keberadaan lembaga pendidikan Islam, memiliki peranan yang sangat besar dalam mengembangkan madrasah. Dalam hal ini, DEPAG berperan sebagai nahkoda yang mampu membawa madrasah ke arah yang lebih baik. Tentunya kebijakan-kebijakan yang konstruktif untuk pengembangan madrasah adalah sebuah harga mati, demi kemajuan madrasah-madrasah ke depan.
Dengan demikian madrasah-madrasah dapat bersaing dengan lembaga pendidikan lainnya, dan mampu mencetak out put berkualitas, yang berujung pada tingginya posisi tawar peserta didik (high position bargaining) dalam masayarakat.
Selain peran sentral yang dimainkan DEPAG dalam mengembangkan madrasah-madrasah di daerah ini, ada beberapa langkah yang perlu diupayakan saat ini, yaitu:
Pertama, Kurikulum terintegrasi. Tak bisa dipungkiri bahwa salah satu persoalan-persoalan madrasah adalah masalah kurikulum. Untuk itu membenahi kurikulum merupakan keharusan bagi madrasah agar out put-nya mempunyai daya saing yang tinggi (high bargaining position).
Kedua, Reformulasi Manajemen Madrasah. Seperti yang dikatakan oleh selama ini Lembaga pendidikan Islam (madrasah) di mata masyarakat masih dipandang sebelah mata. Ia telah memiliki citra tersendiri, sebagai lembaga pendidikan yang tak terkelola dengan baik dan belum mampu menghasilkan lulusan yang berkualitas. Untuk itu, Lembaga pendidikan Islam, mesti terdorong untuk melakukan perubahan baik dalam hal manajerial maupun pengemasan citra dirinya. Dalam hal ini, salah satu strategi yang bisa digunakan adalah manajemen berbasis mutu (quality management), yaitu manajemen yang berjalan berdasarkan pada suatu disain dan mekanisme-mekanisme jaminan mutu.
Untuk itu madrasah perlu segera merumuskan tujuan dan standar mutu yang diinginkan, mengevaluasi kinerja berdasarkan standar mutu, dan memperbaiki kinerja sesuai dengan kebutuhan. Maka lembaga pendidikan Islam (madrasah) perlu sesegera memantapkan peta wilayah manajemen, produser untuk mendorong dan menilai mutu, kriteria untuk menentukan sukses.
Ketiga, Optimalisasi peran kepala madrasah. Kepala madrasah memegang peran yang signifikan dalam pelaksanaan proses pembelajaran di sekolah. Baik atau buruk, iklim sekolah sangat bergantung pada bagaimana seorang pemimpin menjalankan perannya di sekolah. Dalam konteks pengembangan madrasah, kepala madrasah memiliki peran yang sangat besar. Untuk itu kepala madrasah sebagai pemegang tampuk kekuasaan perlu memiliki sikap terbuka (demokratis) dalam mengeluarkan suatu kebijakan.
Dengan demikian segala kebijakan dalam madrasah selalu berdasarkan keterbukaan (dialog), yang berujung pada hubungan baik antar pemimpin dengan bawahannya, alhasil akan tercipta iklim sekolah yang demokratis.
Keempat, Peningkatan kualitas guru. Salah satu faktor rendahnya kualitas madrasah adalah rendahnya kompetensi guru. Padahal guru memiliki peranan yang sangat besar, dalam proses pembelajaran. Tingginya kualitas pendidikan, sangat tergantung pada kualitas guru. Untuk itu pengembangan kompetensi guru merupakan suatu keharusan, jika ingin out put madrasah memiliki daya saing yang tinggi di era globalisasi ini.
Akhirnya, diharapkan dengan keempat langkah tersebut diharapkan out-put (para lulusan/alumni) dari lembaga pendidikan Islam (madrasah) bisa menjadi pelopor sekaligus penggerak perubahan (student of change) dalam pemberdayaan ummat. Semoga hal itu bisa menjadi kenyataan, amien. []

* Penulis adalah Kordinator Diskusi Ikatan Keluarga Mahasiswa Pasca Sarjana (IKMP) UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Tidak ada komentar: