Minggu, 10 Februari 2008

“Hypertext" dan Minat Baca Anak

“Hypertext" dan Minat Baca Anak
Oleh : Mukodi, S. Pd.I*

Diposting di Koran Kedaulatan Rakyat

Tak dipungkiri, minat baca dikalangan anak-anak (para pelajar) dewasa ini sangatlah rendah, dibanding dengan anak-anak di negara Asia Tenggara lainnya. Hal ini tercermin dari laporan hasil studi penelitian yang dilakukan oleh Vincent Greanery dalam “Literacy Standards in Indonesia” yang meyimpulkan bahwa kemampuan pendidikan membaca anak-anak Indonesia paling rendah dibandingkan dengan anak-anak di Asia Tenggara. Temuan-temuan semacam ini harus segera dicarikan solusi, jika tidak bisa menjadi bumerang dikemudian hari. Mengingat anak-anak adalah generasi masa depan sekaligus aset yang paling berharga.
Sebagai seorang pendidik, kita harus merasa prihatin dan berduka dengan hasil penelitian tersebut. Terlebih akhir-akhir ini prestasi akademik peserta didik bangsa ini sedang mengalami keterpurukan dan keterbelakangan ditingkat internasional. Sehingga perlu diupayakan adanya problem salving yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satu solusinya adalah dengan meningkatkan minat baca pada anak dipelbagai lembaga pendidikan, khususnya di sekolah-sekolah. Peningkatan minat baca ini hendaknya bisa menjadi bagian dari kebijakan sekolah. Dan bukan hanya menjadi tanggung jawab dari guru bahasa semata, melainkan tanggung jawab dari semua guru, khususnya institusi sekolah.
Terkait hal itu, setidaknya ada beberapa kebijakan (policy) yang dapat diambil sekolah untuk membangun minat baca anak-anak di sekolah diantaranya sebagai berikut:
Pertama, untuk membangkitkan minat baca dikalangan anak sejak dini, maka sekolah harus berani mengeluarkan kebijakan yang harus ditaati oleh peserta didik. Misalnya, syarat untuk bisa mengikuti ujian semester, atau ulangan harian peserta didik harus menyelesaikan bacaan dengan tema tertentu. Perlu diingat, untuk merangsang minat baca guru bisa menugaskan anak-anak untuk membaca teks-teks yang berbentuk hypertext (teks yang ada gambar visualnya). Seperti komik-komik, cerita bergambar dan lain sejenisnya. Dengan begitu, tugas membaca menjadi sesuatu yang mengasikkan dan menyenangkan bagi anak-anak.
Kedua, meningkatkan minat dunia tulis-menulis dikalangan anak dengan menggunakan pelbagai media yang ada. Sekolah dalam hal ini bisa memaksimalkan mading sebagai media transformasi ide dan gagasan anak. Mading ini hendaknya dikelola secara serius oleh sekolah dengan melibatkan peran aktif peserta didik. Dengan demikian, minat baca akan menjadi bagian yang tak perpisahkan dari kehidupan peserta didik, sebab dunia tulis-menulis memerlukan bahan, dan bahan yang paling efektif adalah dengan membaca.
Ketiga, membangun iklim budaya baca yang kondusif dan menyenangkan. Terwujudnya sekolah yang kondusif dan menyenangkan pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kebijakan ini. Sehingga sekolah dalam hal ini, perlu menata tata ruang kelas, tempat perpustakan dan tata letak lainnya secara rapi, asri, indah, nyaman dan elegan. Dengan kondisi penampilan sekolah yang sedemikian rupa, diharapkan dapat memacu terwujudnya budaya baca di lingkungan sekolah dengan segera.
Dengan ketiga kebijakan (policy) sekolah tersebut, niscaya terwujudnya minat baca di lingkungan sekolah bukan lagi sebuah impian, melainkan sebuah kenyataan yang segera terwujud. Menuju bangsa yang bermartabat, berdaulat dan berkemakmuran baik ditaraf nasional maupun internasional.[]

* Penulis adalah praktisi pendidikan, studi lanjut di Program Pasca Sarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Tidak ada komentar: